Keramba Jaring Apung (KJA) Sungai Mahakam di Kab. Kutai Kartanegara
Persebaran
keramba jaring apung (KJA) di sungai Mahakam yang berada di wilayah Kab. Kutai
Kartanegara berpusat di wilayah hilir sungai yang meliputi daerah Kec. Sebulu,
Kec. Tenggarong Seberang, Kec. Tenggarong, Kec. Loa kulu, dan Kec. Loa Janan.
Sistem budidaya yang di adopsi oleh masyarakat sekitar hingga saat ini masih
sebatas sistem budidaya tradisional (ekstensif) dan juga semi ekstensif. Konstruksi
keramba yang di gunakan juga relatif seragam, yaitu menggunakan bahan baku
berupa kayu sebagai pijakan karamba, jaring sebagai kantong karamba dan juga
drum yang di gunakan sebagai pelampung.
Persebaran
karamba di Kab. Kutai kartanegara berada di sepanjang aliran sungai yang ramai
dengan aktifitas penduduk. Guna mempermudah pengawasan dan kontrol budidaya,
para pembudidaya ikan di Kab. Kutai kartanegara membangun karambanya tepat di
belakang rumah yang memang langsung berhadapan dengan sungai Mahakam. Perlu di
ketahui, bahwa pola persebaran penduduk di Kab. Kutai Kartanegara berpola
mengikuti aliran sungai Mahakam, dengan struktur rumah yang terbuat dari kayu
yang langsung berpondasikan aliran sungai Mahakam.
Aktivitas
aliran sungai Mahakam yang padat dengan aktivitas hilir mudik kapal kapal
pengangkut batu bara dan barang dari hulu ke hilir membuat budidaya ikan dengan
metode keramba jaring apung di daerah aliran sungai tersebut mengalami banyak
kendala. Pembudidaya tidak dapat membangun kerambanya di lokasi yang memiliki
kedalaman yang ideal, karena daerah yang dalam seperti di tengah sungai
digunakan sebagai jalur transportasi. Pembangunan keramba jaring apung di
sekitar daerah aliran sungai hanya dapat memanfaatkan pingiran sungai yang
relative dangkal, dan sangat terpengaruh dengan aktivitas pasang surut air di
sungai Mahakam.
Keterbatasan
akan lokasi pembangunan KJA inilah yang sampai saat ini menjadi penyebab utama
usaha perikanan budidaya di sungai Mahakam tidak berjalan dengan baik. Akibat
aktivitas pasang surut air sungai Mahakam membuat periode budidaya ikan menjadi
tidak maksimal. Pembudidaya harus menyesuaikan periode terbarnya dengan periode
pasang surut. Saat air surut, otomatis keramba yang terletak di pinggi sungai
tidak tergenangi air. Keramba turun hingga terkena substrat dasar, sehingga
pada kondisi seperti ini pembudidaya harus menghentikan produksinya atau
arternatif lainnya ialah mengganti komoditas budidaya dengan ikan yang kuat
terhadap lingkungan ekstrim seperti ikan gabus. Namun, nyatanya pergantian
komoditas ikan yang tahan di kondisi ekstrim pun masih menyisahkan masalah
seperti pertumbuhan yang tidak maksimal dari ikan gabus karena kondisi
lingkungannya yang tidak mendukung. Dalam arti lain, ikan tersebut hanya
sebatas dapat hidup, namun tidak tumbuh.
Beberapa
sumber yang di dapat penulis dari hasil wawancara langsung terhadap para
pembudidaya ikan di sungai Mahakam beberapa waktu lalu mengatakan, belum banyak
regulasi atau peraturan daerah yang mengatur tentang tata letak keramba jaring
apung di sungai Mahakam. Untuk membangun sebuah keramba pun, para pembudidaya
tidak harus meminta izin kepada instansi apapun. Pengawasan dan monitoring
langsung dari instansi terkait di wilayah tersebut pun dikatakannya sangat
minim. Kondisi seperti inilah yang membuat pembangunan perikanan budidaya
berbasis keramba jaring apung di wilayah kab. Kutai kartanegara cenderung terkesan
tidak serius, sehingga produksinya tidak maksimal.