Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PangDay: Sunyi #01


Hari sudah gelap, tak ada aktifitas bekerja lagi. Semua orang sudah kembali ke tempat istirahatnya masing-masing.

Malam hari terasa sangat sunyi. Gak banyak kebisingan terdengar, selain suara mesin genset dan suara-suara binatang malam, juga beberapa suara obrolan para pekerja.

Saya pun coba bergabung, dengan Bapak-bapak di seberang sana, ada kursi panjang dari potongan kayu log yang masih cukup untuk saya. Bermaksud mengusir kesunyian, sekalian mencari teman.

Bekerja di hutan memang gak banyak hiburan, apalagi untuk perusahaan yang baru buka lahan seperti ini, semuanya serba terbatas, termasuk orang-orangnya. Pantas saja, saya mudah sekali diterima bekerja.
 
Bapak-bapak ini semuanya perantau, mayoritas dari Jawa, beberapa dari Sumatera dan Sulawesi. Orang-orang dari sana memang terkenal sebagai perantau ulung. Tahan banting dan mudah beradaptasi. Mendominasi lahan basah di Indonesia.

Staff disini tidak banyak, hanya 16 orang termasuk saya. Cukup untuk mengisi satu deret long house, satu-satunya bangunan yang ada penerangan penuh di tempat ini. Saya bersyukur, malam hari masih ada penerangan, lebih beruntung dari ratusan karyawan non staff disebelah sana, gelap.

Saat ini tahun politik, dan ini bulan-bulan krusial, lagi rame-ramenya, setiap tempat tongkrongan di kota pasti topiknya gak lepas dari politik. Tapi disini, gak sama sekali, mungkin karena terisolasi, jaringan internet benar-benar terbatas, jadi gak mengikuti berita dari luar, atau topik politik memang gak begitu menarik untuk dibahas di kebun ?.

Topik obrolan disini gak lepas dari kebun, tentang kerjaan.

Karena ini kebun baru, dan lokasinya di tanah hulu kalimantan, mereka juga banyak bahas tentang konflik sosial. Dimana areal kerja dikuasai masyarakat lokal, alat berat disegel, sampai Asisten ada yang mau ditebas parang. Entah siapa yang benar dan salah, saya pikir 50:50, tergantung kita liat dari sudut yang mana.

Resiko konflik sosial kerja di kebun memang besar, salah ngomong sedikit, akibatnya fatal. Banyak staff kebun yang keluar masuk, gak tahan dengan situasi sosialnya, khususnya mereka yang kerjaannya deket-deket masyarakat. Memang, situasi sosial itu cocok cocok an.

Bagi saya, daerah ini sebenarnya tidak benar-benar asing. Tempat kerja saya sebelumnya juga punya site di daerah ini, yang ternyata konsesi perusahaannya masih berbatasan dengan perusahaan tempat saya kerja sekarang.

Dulu, saya juga beberapa kali tugas kesini, walau waktunya singkat-singkat saja, sekedar meninjau, urusan administrasinya banyak saya kerjakan di kantor besar, yang rame itu.

Sepintas saya dengar suara orang bicara. Terdengar ada beberapa orang, dari belakang tangki solar, gak jauh dari tempat saya duduk, kira-kira 100 meter kebelakang. Saya perhatikan, ternyata orang-orang sedang menelpon, duduk diatas gundukan tanah dan potongan kayu.

Tempat ini memang sulit sinyal, kalo mau telpon harus cari spot, kebetulan dibelakang tangki solar sinyalnya bisa buat telpon, dua strip, kadang satu, kadang juga hilang. Kadang jelas, kadang putus-putus.

Menelpon dengan kerabat dan orang-orang tersayang di rumah memang jadi obat mujarab bagi para perantau, hiburan tersendiri dan tambahan motivasi dikala fisik dan pikiran sudah lelah dan mau nyerah.

Saya gak habis pikir, gimana mereka bisa ninggalin keluarga dan kerja jauh di tempat seperti ini ?.

Jangan tanya saya, motivasinya pasti beda, saya hanya terdampar, dan berusaha buat pulang, secepat mungkin saya bisa. Toh, sebenarnya saya terdamparnya juga gak jauh jauh amat, jalan kaki kemungkinan empat hari juga sampai rumah.

Tapi saya salut sama Bapak-bapak ini, saya salut sama perjuangan mereka. Demi keluarga, mereka rela jauh-jauhan seperti ini. Bisa dikatakan hampir mendekati menderita. Dengar suara anak istri saja pake nongkrong di tangki solar, digigitin nyamuk, gelap-gelapan, dan pasrah.

Saya pikir, dibalik itu, mereka pasti punya cerita hebat, yang sangat dramatis, yang sangat sedih dan menegangkan, yang cengeng-cengeng itu. Sampai hati berkata mantap, merantau untuk keluarga.

Saya kepo, pingin tau cerita mereka masing-masing. Pasti seru dan banyak wejengannya. Tapi nanti saja lah, lambat laun pasti mereka cerita sendiri. Para perantau kan suka sekali curhat, tanpa diminta. Hehe